Bagaimanakah NFT yang Halal ? - Media Edukasi Aset Kripto dan Web3 Halal Pertama di Indonesia

Bagaimanakah NFT yang Halal ?

1. Apa itu NFT (Token Non-Fungible)

Salah satu aspek terpenting yang perlu diperhatikan saat mempelajari tentang NFT adalah konsep dasar non-fungibilitas yang mendasari desainnya. Seseorang harus belajar tentang perbedaan antara fungibilty dan non-fungibility untuk memahami bagaimana NFT unik sebagai aset.

Konsep dasar seputar NFT pada akhirnya mengumpulkan perbedaan antara aset yang fungible dan non-fungible.

Aset Fungible

Definisi sederhana dari aset fungible adalah jika setiap unit aset tersebut dapat dengan mudah dipertukarkan satu sama lain. Seseorang tidak dapat membedakan satu unit dengan unit yang lain dalam satu aset fungible. Dan faktanya setiap unit aset fungible memiliki nilai dan validitas pasar yang serupa. Misalnya, satu lembar uang sepuluh dolar akan sama dengan uang kertas sepuluh dolar lainnya dalam hal nilai dan validitas.

Kita dapat menemukan contoh lain dari aset yang dapat dipertukarkan dalam logam mulia, komoditas, mata uang kripto, mata uang fiat, dan obligasi. Di sisi lain, Kita juga akan melihat bahwa pertukaran aset fungible yang sepadan tidak berarti Kita harus menukar dua unit aset yang identik.

Ketika transaksi terjadi antara unit-unit dari aset dengan nilai dan fungsionalitas yang serupa, Kita dapat memiliki pertukaran yang sepadan dari aset fungible.

Misalnya, Kita dapat menukar uang kertas sepuluh dolar dengan sepuluh uang kertas satu dolar. Dalam hal ini, unit dolar terlibat dalam pertukaran, dan sepuluh lembar uang satu dolar nilainya sama dengan uang kertas sepuluh dolar.

Selain itu, sepuluh lembar uang satu dolar juga akan memiliki validitas yang sama dengan satu lembar uang kertas sepuluh dolar. Jadi, orang dapat dengan jelas melihat bagaimana dolar AS berfungsi sebagai aset yang dapat dipertukarkan / fungible, dengan uang kertas memberikan representasi untuk nilai yang mendasarinya.

Apakah cryptocurrency dapat dipertukarkan? Kita kemungkinan besar akan menemukan pertanyaan ini saat membahas dasar-dasar NFT. Secara umum, banyak cryptocurrency pada dasarnya adalah aset yang dapat dipertukarkan / fungible. Misalnya, KIta dapat menganggap Bitcoin sebagai aset yang dapat dipertukarkan karena satu unit BTC sama dengan unit lainnya.

Setiap unit BTC akan memiliki fungsi dan kuantitas yang sama. Urutan menambang token BTC tidak memengaruhi nilai unit BTC, dan mereka berada di blockchain yang sama. Namun, jika ada yang membuat cabang blockchain (forks) untuk membuat koin jenis baru, itu tidak akan mirip dengan Bitcoin.

Non-Fungibility

Dengan pemahaman terperinci tentang token fungible, orang dapat dengan mudah memastikan bahwa token yang non-fungible akan menjadi kebalikan dari yang sama. Aset non-fungible tidak dapat dipertukarkan satu sama lain dan memiliki sifat unik yang memisahkannya satu sama lain. Meskipun NFT terlihat serupa dalam beberapa aspek, ada banyak perbedaan mencolok di antara keduanya.

Beberapa contoh penting dari barang non-fungbile di dunia nyata termasuk tiket pertunjukan dan karya seni. Sekalipun dua tiket pertujukan memiliki desain yang sama, tiket baris depan akan memiliki nilai lebih daripada tiket baris belakang. Demikian pula, dua lukisan mungkin terlihat serupa, meskipun dengan elemen langka tertentu yang membedakannya.

2. NFT dalam pandangan Fiqih

Konsep fungible dan non-fungible telah dibahas panjang lebar oleh para ahli hukum Islam dan sekolah-sekolah hukum Islam. Singkatnya, fungible disebut mithliyyat di fiqh, sementara non-fungible disebut qimiyyat.

Non-fungible (qimiy) adalah properti atau aset yang tidak memiliki aset yang identik atau hampir identik dengan itu dalam bentuknya (surah). Contohnya termasuk hewan dengan genus yang sama, barang -barang unik seperti gaun yang dirancang dan dibuat untuk satu orang, lukisan atau kaligrafi yang unik. Qimiy juga telah diterjemahkan sebagai property/barang heterogen.

Jika item fungible milik seseorang dihancurkan oleh orang lain, maka untuk menebus kesalahan tersebut dapat dengan mencari pengganti yang identik karena itu banyak ditemui dipasar. Sedangkan, jika item non-fungible yang dihancurkan, maka yang hanya dapat diganti adalah nilai pasar dari item tersebut sebagai ganti rugi kerusakan, karena penggantian yang identik tidak dimungkinkan.

3. Prinsip NFT Halal

Saat meninjau NFT, para ulama umumnya akan mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut:

  1. Maliyyah – sesuatu yang cenderung dimiliki oleh orang-orang yang berakal dan dapat diambil kembali saat dibutuhkan.
  2. Taqawwum – sesuatu yang memiliki kegunaan dan manfaat yang halal.
  3. Manfa’ah Maqsudah – Dalam pembahasan jasa, para ahli hukum menetapkan bahwa kegunaan sesuatu harus sedemikian rupa sehingga masuk akal dan umum dicari orang. Dan pastinya bukan sesuatu yang ditolak syariah atau orang-orang yang berakal tidak akan mencari utilitas tersebut.
  4. Berlebih-lebihan dan pemborosan (Israf danTabdzir)
  5. Potensi pelanggaran Syariah yang lebih luas.
  6. Dampak investasi pada harta tersebut, dan bagaimana pengaruhnya terhadap sisa kekayaan seseorang untuk menunaikan kewajiban dan kewajiban Islamnya khususnya untuk memelihara diri sendiri dan keluarganya.

Ada 7 hal yang harus ditinjau saat menentukan apakah Seni & koleksi NFT memenuhi kepatuhan syariat atau tidak:

  1. Bukan sesuatu yang haram untuk dilihat dalam syariah seperti anggota badan dan area yang diperintahkan untuk ditutup.
  2. Bukan sesuatu yang suci dalam syariah yang dilarang untuk digambarkan seperti Allah, para Nabi, dll.
  3. Tidak mengejek atau menjelekkan orang lain
  4. Merupakan representasi dari sesuatu yang halal / mubah
  5. Bukan sesuatu yang menurut syariah dianggap sebagai pemborosan, sia-sia dan hiburan semata (tanpa manfaat apapun)
  6. Memiliki kegunaan sejati yang merupakan manfaat duniawi atau manfaat spiritual.
  7. Bukan merupakan makhluk hidup yang dilarang untuk digambar

Adapun menggambar benda mati terbagi menjadi 2 hal :

  1. Menggambar benda-benda yang dibuat oleh manusia, misalnya mobil, masjid, perahu, dan sebagainya, diperbolehkan tanpa perselisihan. Karena diperbolehkan bagi manusia untuk membuatnya, maka mereka juga diperbolehkan untuk menggambarnya.
  2. Menggambar benda-benda yang bukan buatan manusia, seperti gunung, sungai atau laut, diperbolehkan oleh ulama. Namun ada pendapat yang menyatakan bahwa gambar pohon atau tumbuhan itu makruh dan ada pendapat lain yang menyatakan bahwa gambar pohon adalah haram, tetapi ini adalah dua pendapat yang lemah juga, karena larangan dalam hadits adalah untuk gambar makhluk hidup. Wallahua’lam

Cara Mendapatkan NFT yang Halal

Biasanya suatu koleksi NFT memiliki tema karakter yang sama tetapi dengan sifat yang berbeda (baik sifat kelompok atau sub-sifat)

Ketika seseorang ingin membeli NFT untuk pertama kalinya, biasanya ada 2 cara untuk melakukannya, dan ini tergantung pada artist, pengembang, atau pemilik proyek NFT:

  1. Beli dari pasar NFT. Seseorang dapat membeli NFT yang dilihat dan disukainya di marketplace karena tema karakter dan sifatnya memang telah terungkap dan dapat diketahui. Maka dari perspektif syariah, jual beli NFT di marketplace diperbolehkan selama konten gambar NFT atau use case utama NFT yang diperjualbelikan juga halal.
  2. Beli dengan cara minting (mencetak) NFT dari situs developer atau aplikasi terdesentralisasi (DApps). Di sini pembeli tidak dapat memastikan gambar mana yang akan diperoleh. Dengan demikian, dapat dikatakan ada gharar (ketidakpastian) atau jahalah. Namun, gharar di sini kecil dan dapat ditoleransi jika perbedaannya hanya pada sifat dan tidak berpengaruh pada harga pencetakan (semua NFT memiliki harga minting yang sama).

Para ulama sepakat bahwa gharar kecil tidak mempengaruhi keabsahan suatu akad. [Ahkamul Qur’an Al-Jashshas 2/189, Al-Masalik fi Syarh Muwattha ‘Malik Ibnul Arabi 6/83, Al-Majmu’ Imam Nawawi 9/285, Hasyiah Raudh Murbi’ Ibn Qasim 4/351]

Dengan demikian, selama ada objek yang dijual, objeknya diketahui (yaitu seni digital), tema karakter diketahui, pembeli dapat menentukan jumlah barang yang diinginkan, NFT yang dijual dapat diserahkan, dan nominal harga diketahui, maka transaksi pencetakan ini sah & diperbolehkan dalam perspektif syariah. Dan bisa menjadi transaksi yang tidak sah jika salah satu informasi di atas tidak terpenuhi.

Untuk menghindari gharar besar dari perspektif syariah, Suatu proyek NFT dapat menerapkan model minting dengan harga minting yang berbeda antara NFT common dan rare, dan tetap dengan satu harga minting di masing-masing level rarity tersebut. Wallahu a’lam

——
sumber: https://halalanft-ecosystem.gitbook.io/halalanft-whitepaper-bahasa/ekosistem-dan-perspektif-halalnya/nft-halalanft

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *